Powered By Blogger

Minggu, 13 Mei 2012

Misteri Gunung Bernama Salaka



Liputan6.com, Bogor: Kecelakaan tragis pesawat Sukhoi Superjet 100 yang menabrak Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, pada Rabu (9/5), telah menambah daftar panjang peristiwa nahas di gunung berapi tersebut. Sebelumnya, pada 2008 silam, sebuah pesawat CASA 212 A-2106 milik TNI AU dinyatakan hilang. Belakangan badan pesawat ditemukan dalam kondisi hancur di gunung tersebut pada ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut (dpl) setelah menabrak pohon dan tebing. Sebanyak 18 jiwa penumpang dan awak melayang.


Melihat ketinggiannya, Gunung Salak memiliki beberapa puncak yang dikenal dengan Puncak Salak I dan Salak II. Tinggi puncak Salak I mencapai 2.211 meter dan Salak II mencapai 2.180 meter dpl. Ada satu puncak lagi bernama Puncak Sumbul dengan ketinggian 1.926 m dpl.

Gunung Salak merupakan sebuah gunung berapi strato tipe A yang terdapat di pulau Jawa, tepatnya masuk dalam wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor. Semenjak 1600-an, tercatat beberapa kali terjadi letusan. Di antaranya rangkaian letusan antara 1668-1699, 1780, 1902-1903, dan 1935. Letusan terakhir terjadi pada 1938, berupa erupsi freatik yang terjadi di Kawah Cikuluwung Putri.

Banyak yang mengira nama Gunung Salak berasal dari nama tanaman Salak. Tapi sesungguhnya nama gunung ini berasal dari bahasa Sansekerta "Salaka", yang berarti perak. Maka Gunung Salak bermakna Gunung Perak.

Menurut Hartman (1938), Gunung Salak I merupakan bagian gunung yang paling tua. Disusul Gunung Salak II dan kemudian muncul Gunung Sumbul. Sedangkan Kawah Ratu diperkirakan produk akhir dari Gunung Salak. Sementara Kawah Cikuluwung Putri dan Kawah Hirup masih merupakan bagian dari Kawah Ratu.

Sejumlah jalur pendakian terbentang di gunung tersebut. Puncak yang paling sering didaki ialah puncak II dan I. Jalur yang paling ramai ialah melalui Curug Nangka, di sebelah utara gunung. Melalui jalur ini, orang akan sampai pada puncak Salak II. Puncak Salak I biasanya didaki dari arah timur, yakni Cimelati dekat Cicurug. Salak I bisa juga dicapai dari Salak II, dan dengan banyak kesulitan, dari Sukamantri, Ciapus.

Selain itu Gunung Salak lebih populer sebagai ajang tempat pendidikan bagi klub-klub pecinta alam, terutama sekali daerah punggungan Salak II. Hal ini lantaran medan hutannya yang rapat dan juga jarang pendaki yang mengunjungi gunung ini. Selain memiliki jalur yang cukup sulit bagi para pendaki pemula, di Gunung Salak jarang ditemukan cadangan air kecuali di Pos I jalur pendakian Kawah Ratu. Beruntung di puncak gunung ditemukan kubangan mata air.

Gunung Salak meskipun tergolong sebagai gunung yang rendah, akan tetapi memiliki keunikan tersendiri baik karakteristik hutannya maupun medannya. Di hutan gunung ini sejumlah jenis tumbuhan langka yang bernama Rafflesia rochussenii yang menyebar terbatas sampai Gunung Gede dan Gunung Pangrango di dekatnya. Pada daerah-daerah perbatasan dengan hutan, atau di dekat-dekat sungai, orang menanam jenis-jenis Kaliandra merah (Calliandra calothyrsus), Dadap cangkring (Erythrina variegata), kayu Afrika (Maesopsis eminii), Jeunjing (Paraserianthes falcataria), dan berbagai macam bambu. (Wikipedia/EPN)

  

Menyingkap misteri kabut tebal di Gunung Salak

Menyingkap misteri kabut tebal di Gunung Salak
Gunung Salak. merdeka.com/-


Kabut tebal kerap menyelimuti kawasan Gunung Salak, Jawa Barat. Hal itu semakin menambah nuansa mistis di gunung yang berada di Jawa Barat itu.

Tak jarang, penerbangan sering terganggu akibat turunnya kabut. Bahkan, sejumlah pihak menduga, jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di lereng Gunung Salak disebabkan gangguan dari kabut tebal.

Misteri kabut di gunung yang dimitoskan menjadi lokasi berubah wujud Prabu Siliwangi menjadi macan itu memang mengundang sejumlah tanya. Apalagi gunung itu menjadi lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 yang memiliki tekhnologi cangih itu.

Namun, kemunculan kabut yang tak pandang waktu di Gunung Salak nampaknya tak perlu disangkutpautkan dengan hal mistis gunung itu. Sebab, kondisi geografis gunung dengan ketinggian di atas 2000 meter itu telah mempengaruhi cuaca di wilayah tersebut.

"Itu sesuatu yang normal, karena kondisi daerah pegunungan dipengaruhi oleh angin lembah dan gunung dan ini mempengaruhi proses pembentukkan awan dan kabut," kata petugas prakiraan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Fadli, saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (11/5).

Dalam usaha evakuasi korban pesawat Sukhoi Superjet 100, tim gabungan yang terdiri dari Basarnas, TNI dan polisi kesulitan mencapai lokasi. Selain memiliki medan yang sulit, cuaca di Gunung Salak cepat sekali mengalami perubahan. Namun, hal itu merupakan sesuatu yang normal.

"Perubahan cuaca secara cepat itu sebenarnya hal yang biasa, karena pengaruh dari geografinya dan pengaruh lokal," jelas Fadli.

Meski sampai saat ini masih banyak orang yang mempercayai kabut di Gunung Salak memiliki nuansa mistis, tapi alasan ilmiah tetap harus mendapat tempat. Sebab, segala sesuatu dapat diselidiki secara ilmiah.


  
Gunung Salak dan mitos keheningan

Gunung Salak. merdeka.com/-
 
Malam itu sejumlah warga sedang melakukan pengajian tepat di atas lapangan bola yang saat ini dijadikan posko SAR di Desa Pasir Pongkor, Cipelang, Cijeruk, Bogor. Namun tiba-tiba sebuah angin besar dan hujan mengguyur kerumunan warga.

Hujan juga mengguyur tepat di perkampungan mereka. Sontak warga pun berhamburan menyelamatkan diri. Bahkan beberapa warga memegang tiang tenda yang hampir porak-poranda akibat angin kencang dan hujan.

Menurut salah seorang warga kampung di lereng gunung tersebut, mitosnya penunggu Gunung Salak tidak menyukai keramaian. Sehingga alam yang mengamuk malam itu dianggap semacam teguran.

"Tiba-tiba angin besar dan warga berlari bahkan ada yang memegang tiang tenda," ujar Asep menceritakan kepada merdeka.com.

Dia melanjutkan, tepat di atas lapangan yang sekarang dijadikan sebagai posko SAR dan helipad itu terdapat sebuah makam keramat yang diketahui sebagai sesepuh desa. Namun dirinya enggan menyebut makam tersebut atas nama siapa.

"Di atas lapangan, tepatnya dekat rumah warga," terangnya.

Selain itu, semenjak kejadian angin besar tersebut warga tidak pernah lagi mengadakan sebuah acara yang menimbulkan sebuah kebisingan. Bahkan acara musik seperti dangdutan pun tak pernah terdengar di perkampungan Cipongkor.

"Hingga saat ini, tidak pernah ada dangdutan atau acara ramai di sini," katanya.

Tidak hanya itu, kata dia, ada satu hal juga yang tidak boleh dilakukan oleh para pendaki Gunung Salak, yakni berteriak-teriak saat pendakian. Menurut dia, jika hal tersebut tidak dipenuhi, bisa jadi pendaki tersebut tersesat atau

Masyarakat yang sudah mengetahui seluk-beluk Gunung Salak pun selalu memberikan informasi terhadap para penjelajah gunung untuk tidak melanggar pantangan tersebut.

 Benarkah Prabu Siliwangi wafat di Gunung Salak?

Gunung Salak. merdeka.com/-


Bagi masyarakat Jawa Barat, Prabu Siliwangi adalah legenda. Sejarah raja Pajajaran ini berbaur dengan mitos dan legenda. Di Gunung Salak, juga dipercaya ada makam Prabu Siliwangi. Benarkah Prabu Siliwangi wafat di Gunung Salak?

"Sebenarnya belum tentu. Makam Prabu Siliwangi ada juga di beberapa tempat. Di Leuweung Sancang, Garut, ada. Di daerah Kawali, Ciamis juga ada. Di Gunung Tampomas, Sumedang juga ada," ujar Wawan Tarniwan, seorang aktivis lingkungan dan budaya Sunda saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (14/5).

Wawan menambahkan, di mana Prabu Siliwangi tewas memang menjadi misteri. Setelah terdesak oleh Kian Santang, putranya sendiri yang masuk Islam, Siliwangi memang terus berpindah-pindah. Konon di Leuweung Sancang pasukannya terdesak oleh pasukan Kian Santang.

"Ada yang percaya juga Siliwangi berubah menjadi harimau loreng. Itu sebabnya Siliwangi identik dengan harimau," jelas Wawan.

Menurutnya banyaknya versi ini karena Orang Sunda begitu menghormati leluhurnya. Setiap tanah yang dikeramatkan selalu dikaitkan dengan Prabu Siliwangi.

Prabu Siliwangi bergelar Sri Baduga Maharaja. Dia memerintah Pajajaran sekitar tahun 1482–1521. Siliwangi dikenal sebagai raja yang mencintai rakyatnya. Dia meminta agar pajak hasil bumi tidak memberatkan rakyat. Dia juga mengatur pemerintahan dengan cukup baik sehingga Pajajaran disegani. Kekuasan Siliwangi dan Pajajaran meredup seiring dengan masuknya Islam ke Nusantara. Bahkan keluarga dan anaknya pun masuk Islam.

Kisah soal terdesaknya Siliwangi oleh ajaran Islam dilukiskan dalam syair kuno dalam bahasa Sunda. Berikut bunyinya:

"Purbatisi purbajati, mana mo kadatangan ku musuh ganal musuh alit. Suka kreta tang lor kidul kulon wetan kena kreta rasa. Tan kreta ja lakibi dina urang reya, ja loba di sanghiyang siksa".

(Ajaran dari leluhur dijunjung tinggi sehingga tidak akan kedatangan musuh, baik berupa laskar maupun penyakit batin. Senang sejahtera di utara, barat dan timur. Yang tidak merasa sejahtera hanyalah rumah tangga orang banyak yang serakah akan ajaran agama).
 Salak, misteri dan keindahan dari Hotel Belle Vue


 
Salak, misteri dan keindahan dari Hotel Belle Vue


Mulai pagi ini, Tim SAR mencari korban jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak. Mereka berjuang untuk mengevakuasi korban jatuhnya pesawat Sukhoi.

Tak dikira, Gunung Salak yang keindahannya sudah sohor dari zaman VOC, kerap menjadi lokasi jatuhnya pesawat. Salak seakan-akan menjadi misteri. Padahal sejatinya, Salak adalah gambaran sebuah keindahan.

Banyak ilmuwan asing terpandang yang menuliskan keindahan Gunung Salak dalam buku-buku tua. Mereka menyebut Salak memang tidak ada duanya. Dahulu, bagi yang ingin menikmati keindahan Salak banyak yang menginap di Hotel Belle Vue, Buitenzorg (Bogor). Sekarang, hotel ini sudah tidak ada lagi. Bangunannya dibongkar dan dijadikan pasar induk. Belakangan berubah menjadi Bogor Trade Mall.

William Basil Worsfold, dalam bukunya a Visit to Java bertarik 1893 juga khusus menulis tentang pemandangan Salak. Pemandangan Salak dari belakang Hotel Belle Vue di Buitenzorg sangat terkenal. Siang ini, saya melihatnya paling indah dibanding yang dulu-dulu. Biarkan saya menggambarkannya.

Gunung itu tingginya 7.000 kaki di atas permukaan laut. Dan seperti gunung lain di Jawa, menjulang tinggi tampak jelas terlihat dari kaki hingga puncak. Bagian kakinya terselimuti hutan tropis. Ketika dipandang naik, ketebalan hutan perlahan menipis dan menipis hingga sampai pada puncaknya yang menantang langit. Antara hotel dan gunung, terdapat lautan puncak pepohonan yang mengombak tersapu angin. Dari kejauhan, warnanya biru pekat, semakin ke hotel menjadi lebih hijau dan hijau. Kumpulan bambu dan kelapa mempertontonkan semburat warna yang berbeda, agak merah kecokelatan. Di bawah posisi saya berdiri, ada Sungai Ciliwung dengan aliran jernih. Gubuk bambu di sisinya, dan warga setempat sedang mandi."

Ilmuwan Alfred Russel Wallace yang berkunjung ke Jawa dari 18 Juli hingga 31 Oktober 1861 melukiskan keindahan Salak dalam bukunya, Malay Archipelago bertahun 1869. Ilmuwan yang terkenal dengan Garis Wallace itu menginap di Hotel des Indes, Batavia sebelum menuju Buitenzorg.

Berikut kenangannya soal Salak. "Sekitar Buitenzorg sungguh indah dan memesona. Dan Gunung Salak, dengan puncaknya yang seperti terpotong dan bergerigi membentuk karakter latar pemandangan yang memesona. Sejak letusan besar pada 1699, gunung itu sudah tidak aktif lagi."

Dulu, Gunung Salak terlihat jelas dari Laut Jawa. Menurut Sir Stamford Raffles dalam History of Java, para pelaut menyebutnya sebagai pegunungan biru. Begitu indahnya dipandang dari laut dengan warna menonjol biru. Tidak ada polusi kabut seperti sekarang

Dan kini, mulai pagi ini, di balik keindahan puncak Salak yang bergerigi, Tim SAR berusaha mencari korban Sukhoi Superjet. Dengan segala upaya, berbagai rintangan mereka terabas tanpa lelah.  


Benarkah Sukhoi tersedot magnet Gunung Salak?
Benarkah Sukhoi tersedot magnet Gunung Salak?

Mengupas Gunung Salak tidak ada habisnya. Gunung ini menurut sebagian masyarakat angker. Banyak yang menyebut, gunung ini menyimpan banyak misteri.

Apalagi sejak jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Rabu (9/5). Perbincangan makin hangat soal Gunung Salak.

Sebagian menduga, Sukhoi jatuh karena ada kerusakan pada pesawat. Tetapi banyak juga yang menduga Sukhoi jatuh karena ditarik Gunung Salak. Ada magnetnya. Benarkan demikian?

Merdeka.com mencoba mengupasnya dari sisi ilmiah bersama Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono. Dia menjelaskan, setiap tanah dan batuan ada magnetnya.

Berikut ini wawancara dengan Surono, Kamis (11/5):

Benarkah ada magnet di Gunung Salak?

Sebenarnya setiap tanah dan bebatuan mempunyai magnet. Tetapi skalanya kecil.

Banyak orang menduga Sukhoi yang jatuh dua hari lalu karena ditarik Gunung Salak?

Begini, tidak hanya di Gunung Salak, setiap tanah atau bebatuan punya daya magnet. Tetapi tidak mencukupi atau menarik benda logam. Apalagi benda itu sebesar pesawat yang bergerak cepat.

Saya melihat, pesawat itu bergerak cepat di udara, jadi mana mungkin ditarik oleh magnet di bebatuan Gunung Salak. Karena magnet di tanah dan batu itu kecil dan tidak mungkin bisa menarik.

Lantas, perkiraan Anda apa?

Cuaca di sekitar gunung seperti di Gunung Salak sering ada kabut. Nah, kabut itu membuat jarak pandang berkurang. Kemungkinan saja dari masalah adanya kabut.

Tapi yang perlu saya tegaskan, dalam pesawat baru dan canggih seperti Sukhoi pasti sudah ada radar dan alat antisipasi jika dalam cuaca kabut seperti itu. Sukhoi itu pesawat modern.

Apa kemungkinan cuaca di sekitar Gunung Salak?

Soal persisnya saya tidak tahu. Yang saya heran, kenapa pilot meminta menurunkan ke 6000 kaki. Padahal tinggi Gunung itu 7000 kaki. Artinya pesawat terbang rendah daripada ketinggian gunung itu sendiri.

Ada kemungkinan juga pilot terkendala jarak pandang sehingga menabrak tebing.

Apa memang sebagian orang yang tinggal lereng gunung selalu mengkultuskan gunung tersebut?

Kebanyakan demikian, tetapi tidak semua.

Anda punya pengalaman soal mitos di gunung?

Saya sejak dulu memang hobi naik gunung. Sama juga, ada yang meminta saya jangan ini jangan itu. Tidak boleh ngomong sembarangan.

Gunung Salak dan mitos Prabu Siliwangi

Gunung Salak dan mitos Prabu Siliwangi

Gunung Salak kini menjadi buah bibir. Gunung yang terletak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat itu kembali ramai dibicarakan setelah pesawat Sukhoi Superjet 100 yang ditumpangi oleh 45 orang jatuh di lerengnya. Belum diketahui secara pasti kondisi 45 penumpang itu.

Banyaknya kecelakaan yang terjadi di Gunung Salak, semakin menguatkan mitos bahwa gunung berapi ini angker. Terlebih, sebagian warga setempat ada yang masih percaya bahwa Gunung Salak adalah tempat yang suci, tempat terakhir kemunculan Prabu Siliwangi, raja Padjajaran, kerajaan Hindu terakhir di Jawa Barat.

Penelusuran merdeka.com, Jumat (11/5), sebuah pura juga dibangun di lereng Gunung Salak. Pura Parahyangan Agung Jagatkarta Tamansari Gunung Salak ini konon dibangun sebagai penghormatan terhadap Prabu Siliwangi dan para prajuritnya yang menghilang di Gunung Salak dan menjelma menjadi macan.

Masyarakat sekitar juga sering menemukan hal-hal gaib di kawasan Gunung Salak ini yang berhubungan dengan Prabu Siliwangi. Sebelum membangun pura ini pada 1995, umat Hindu terlebih dahulu membangun candi dengan patung macan berwarna putih dan hitam. Di lokasi inilah, diyakini Prabu Siliwangi menghilang dan berubah wujud menjadi macan.

Kenapa memilih di lokasi itu dibangun pura? Konon, pada tahun 1981 silam, tempat tersebut dikenal sebagai Batu Menyan. Batu menyan ini setiap harinya mengeluarkan asap. Konon masyarakat sekitar setiap hari melihat cahaya putih, dan sinar terang dari angkasa, kemudian turun ke batu.

Dengan mitos tersebut, tak heran Gunung Salak jadi terkenal angker. Banyak pendaki yang hilang lantaran tersesat. Selama ini, tak sedikit pendaki Gunung Salak mengaku ada yang mendengar gamelan atau pun melihat penampakan-penampakan mahluk halus saat mendaki Gunung Salak. Para pendaki pun disarankan untuk tidak mengucapkan kata-kata kotor atau kasar selama perjalanan. Tujuannya untuk menghindari gangguan 'lelembut' penunggu Gunung Salak.

Tak sedikit pula terjadi kecelakaan pesawat yang jatuh di Gunung Salak. Kecelakaan ini pun disangkut-pautkan hal-hal gaib, termasuk kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100.

Gunung Salak adalah gunung berapi yang mempunyai beberapa puncak, di antaranya Puncak Salak I dan Salak II. Letak astronomis puncak gunung ini ialah pada 6°43' LS dan 106°44' BT. Tinggi puncak Salak I 2.211 m dan Salak II 2.180 m dpl. Ada satu puncak lagi bernama Puncak Sumbul dengan ketinggian 1.926 m dpl.
Kenapa pesawat sering hilang di Gunung Salak?
Kenapa pesawat sering hilang di Gunung Salak?
Sukhoi superjet 100. merdeka.com/jetphotos.net


Pesawat Sukhoi Superjet 100 hilang di Gunung Salak Jawa Barat. Peristiwa pesawat hilang di kawasan Gunung Salak bukan pertama kali terjadi.

Pesawat Casa TNI AU A2106 hilang di kawasan Gunung Salak, Bogor tahun 2008. Sebanyak 18 penumpang dinyatakan tewas.

Mengapa banyak pesawat jatuh di Gunung Salak?

"Itu kan masuk di wilayah pegunungan. Kabut sering turun, apalagi jika cuaca buruk. Itu gunung bisa tidak kelihatan. Makanya ada dugaan di pegunungan itu pesawat bisa celaka karena menabrak gunung," ujar Kadispen TNI AU, Marsekal Pertama Azman Yunus kepada merdeka.com, Kamis (10/5).

Azman menambahkan permasalahan jika pesawat jatuh di gunung adalah soal search and rescue (SAR). Pencarian seringkali terhambat dengan cuaca buruk dan sulitnya medan.

"Kalau sudah sore biasanya SAR dihentikan. Apalagi kalau malam, mau lihat apa di gunung malam-malam. Biasanya dilanjutkan pagi," ujar perwira dari korps navigasi ini.

TNI AU mengerahkan sejumlah personel dan beberapa helikopter untuk missi SAR kali ini. Namun pengendalian merupakan tanggung jawab Basarnas.

"Kita membantu personel dan pilot saja," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pesawat Sukhoi Superjet 100 hilang kontak di kawasan Bogor, Jawa Barat sekitar pukul 14.51 WIB, Rabu (9/5). Pesawat itu berada di Indonesia dalam rangka demonstrasi penerbangan di Bandara Halim Perdanakusuma.

Kegiatan tersebut merupakan bagian dari rangkaian pertunjukan keliling (road show) yang dilakukan oleh maskapai penerbangan Sukhoi Civil Aircraft di sejumlah negara di Asia Tenggara dan Asia Tengah. Pesawat itu mengangkut 42 penumpang dan 8 warga negara Rusia.

MISTERI GUNUNG SALAK TERUNGKAP

Misteri Gunung Salak Terungkap - Di balik Keanggunan Gunung Salak telah banyak memakan Korban, ibarat film Barat yang mengisahkan perempuan yang sangat cantik namun sebagai pembunuh bayaran dengan mudahnya wanita cantik itu membunuh targetnya hanya dengan kecantikannya..
Apa yang menyebabkan gunung yang memiliki keanggunan itu memakan banyak korban? Mari kita berkenalan terlebih dahulu dengan gunung yang indah ini..
Gunung Salak berdiri dengan anggun di wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Banyak pecinta alam mengungkapkan kekaguman atas keindahan gunung ini dengan cara melakukan pendakian. Gunung Salak adalah gunung berapi yang mempunyai beberapa puncak, di antaranya Puncak Salak I dan Salak II. Letak astronomis puncak gunung ini ialah pada 6°43' LS dan 106°44' BT. Tinggi puncak Salak I 2.211 m dan Salak II 2.180 m dpl. Ada satu puncak lagi bernama Puncak Sumbul dengan ketinggian 1.926 m dpl.
Dengan keanggunannya gunung ini telah banyak memakan korban, berikut rincian malapetaka yang tercatat dari berbagai sumber :
Tanggal 29 Oktober 2003, Helikopter Sikorsky S-58 jenis Twinpac dengan nomor H-3408 milik TNI Angkatan Udara jatuh di areal kebun kacang dan tanaman singkong di dalam pangkalan udara militer Atang Sanjaya, Bogor. Pangkalan udara ini terletak di kaki Gunung Salak. Tujuh anggota TNI AU, yakni dua penerbang dan lima kru mekanik tewas seketika setelah helikopter buatan Amerika pada 1970 itu terhempas.
Pada bulan April 2004, Pesawat Ultralight GT-500 jatuh dikecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor yang menewaskan sebanyak 2 orang
2 bulan kemudian pada tanggal 20 Juni di tahun yang sama tahun 2004, pesawat jenis Cessna 185 Skywagon jatuh di danau Lido, Cijeruk, Bogor. Sebanyak lima orang dinyatakan tewas, salah satunya adalah atlet terjun payung bernama Edy Cristino.
Tanggal 26 Juni 2008, Kembali pesawat milik TNI Angkatan Udara jenis Cassa TNI AU A212-200 jatuh juga di kawasan Gunung Salak, Bogor, jawa Barat yang menewaskan sebanyak 18 orang.
Tanggal 30 April 2009, terjadi kecelakaan pesawat jenis pesawat latih Sundowner milik latihan penerbangan Curug jatuh di desa Tenjo Kabupaten Bogor, sebanyak 3 orang tewas salah satunya termasuk instruktur penerbangan Nicholas Burung meninggal tak lama setelah kejadian saat dalam perjalanan ke rumah sakit.
Kembali lagi setelah 2 bulan setelahnya pada tanggal 12 Juni 2009, HeliPuma yang juga milik TNI AU jatuh dikawasan Lanud Atang Sendjaja, Bogor. 2 tentara mekanik tewas, sedangkan pilot Mayor (pnb) Sobic Fanani dan kopilot Lettu Wisnu dan 3 anggota TNI lainnya mengalami luka.
Dan yang terjadi baru-baru ini tanggal 09 Mei 2012, seperti yang sedang hangat dibicarakan pesawat Sukhoi Superjet 100 yang sedang melakukan joy flight hilang kontak di kawasan Gunung Salak, Bogor. Sehari setelahnya dipastikan pesawat buatan Rusia itu jatuh di lereng Gunung Salak. Badan Pesawat pecah berkeping-keping. Dalam pesawat tersebut, terdapat 45 penumpang. 2 diantaranya kru dari Trans TV, dan 1 orang adalah Bapak mertua dari Badai Kerispatih yang merupakan mantan pilot yang mewakili Air Maleo sebagai staff operasional di perusahaan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar